Jumat, 29 November 2013

Makkiyah Madaniyah - Perhatian Ulama' tentang Makiyah Madaniyah



PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan firman (kalam) Allah SWT yang diwahyukan kepada nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril dengan lafazd dan maknanya. al-Qur’an sebagai kitabullah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam. Selain itu al-Qur’an juga berfungsi sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 
Cara yang dilakukan para ulama dalam memahami hakikat makna dan kandungan al-Qur’an, yakni dengan cara menafsiri ayat-ayat al-Qur’an dengan meninjau dari berbagai segala aspek yang berhubungan dengan al-Qur’an, seperti sejarah turunnya al-Qur’an, karakteristik al-Qur’an, kandungan isi al-Qur’an dan kaedah-kaedah tafsir yang digunakan dalam memahami makna al-Qur’an. Di antara kaedah-kaedah tafsir yang penting diketahui dalam proses penafsiran al-Qur’an adalah masalah makkiyah-madaniyah dan muhkam-mutasyabih.
Makkiyah-madaniyah merupakan istilah yang dipopulerkan para ulama dalam membedakan ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tempat turun ayat al-Qur’an. Pembahasan mengenai surah makkiyah-madaniyah, tidak ada ayat al-Qur’an atau hadis yang khusus menjelaskan tentang makkiyah dan madaniyah. Menurut Qadhi Abu Bakar dalam kitabnya al-Intishar, tidak ada nash yang menjelaskan tentang makkiyah-madaniyah, disebabkan Allah tidak memerintahkan nabi untuk menjelaskan tentang hal itu. Demikian juga, Allah tidak menjadikan pengetahuan tentang makkiyah-madaniyah sebagai suatu kewajiban.
Ilmu makkiyah-madaniyah dapat diketahui berdasarkan riwayat para sahabat dan tabi’in. Pada saat al-Qur’an diturunkan para sahabat merasa tidak membutuhkan penjelasan tentang persoalan mengenai ilmu-ilmu tentang turunnya al-Qur’an tersebut termasuk makkiyah dan madaniyah. Disebabkan para sahabat sudah menyaksikan sendiri waktu-waktu turunnya wahyu, cara-cara turunnya dan materi serta kasus yang menyebabkan turunnya wahyu











PEMBAHASAN
A.    Perhatian para ulama terhadap surat makki dan madani serta contoh faidahnya
            Para ulama begitu tertarik untuk menyelidiki surah-surah Makki dan Madani. Mereka meneliti Qur’an ayat demi ayat dan surah demi surah untuk ditertibkan sesuai dengan nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulan antara waktu, tempat dan pola kalimat. Cara demikian merupakan ketentuan cermat yang memberikan pada peneliti objektif, gambaran mengenai penyelidikan ilmiah tentang ilmu makki dan madani. Dan itu pula sikap ulama  kita dalam melakukan pembahasan-pembahasan terhadap aspek kajian Qur’an lainya.
            Memang suatu usaha besar bila seorang peneliti menyelidiki turunya wahyu dalam segala tahapanya, mempelajari ayat-ayat Qur’an sehingga dapat menentukan waktu dan tampat turunyadan dengan bantuan tema surah atau ayat, menentukan kaidah-kaidah analogisuntuk menentukan apakah sebuah seruan itu termasuk Makki atau Madani, ataukah ia merupakan tema=tema yang menjadi titik tolak dakwah di makkah atau di Madinah. Apabila suatu masalah masih belum jelas bagi peneliti karena terlalu banyak alasan yang berbeda-beda, maka ia kumpulkan, perbandingkan dan mengklasifikasinya mana yang serupa dengan yang turun di Makah dan manapula yang turun di Madinah.
            Apabila ayat-ayat itu turun di suatu tempat, kemudian salah seorang sahabat dibawa segera setelah diiturunkan untuk disampaikan ditempat lain, maka para ulama pun akan menentukan seperti itu. Mereka berkata  “Ayat yang dibawa Mekah ke Madinah dan ayata yang dibawa dari Madinah ke Mekah”.
            Abul Qasim al Hasan bin Muhammad bin habib An Naisaburi menyebutkan dalam kitabnya at Tanbiih ‘ala fadhli ‘Ulumil Qur’an: “Diantara ilmu-ilmu Qur’an yang paling mulia adalah ilmu tentang nuzul Al Qur’an dan daerahnya, urutan turunya di Mekah dan Madinah, tentang yang diturunkan di Mekah tetapi hukumnya Madani dan sebaliknya, yang diturunkan di Makah mengenai penduduk Medinah dan sebaliknya, yang serupa dengan yang diturunkan di mekah (Makki) tetapi termasuk Madani dan sebaliknya, dan tentang yang diturunkan di juhfah, di baitul maqdis, di Taif atau Hudaibiyah. Demikian juga tentang yang diturunkan di waktu malam, di waktu siang, diturunkan secara bersama-sama, atau yang diturunkan secara tersendiri, ayat-ayat Madaniah dari surah-surah Makkiah, ayat-ayat Makkiah dalam surah-surah Madaniah; yang dibawa dari Mekah ke Madinah ke Abisinia, yang diturunkan dalam betuk global dan yang telah dijelaskan, serta diperselisihkan sehimgga orang mengatakan Madani dan sebagian lain mengatakan Makki. Itu semua ada duapuluh lima macam. Orang yang tidak mengetahuinya dan tidak dapat membeda-bedakanya, ia tidak berhak berbicara tentang Qur’an.[1]
            Para ulama sangat memperhatikan Qur’an dengan cermat. Mereka menertibkan surah-surah sesuai dengan tempat turunya. Mereka mengatakan misalnya: “Surah ini diturunkan setelah surah itu.” Dan bahkan lebih cermat lagi sehingga mereka membedakan antara yang diturunkan malam hari dan diturunkan siang hari, antara yang diturunkan musim panas dan yang diturunkan musim dingin, antara yang diturunkan di wakti sedamh berada dirimah dengan yang diturunkan saat bepergian.
Yang terpenting dipelajari para ulama dalam pembahasan ini ialah: 1) Yang diturunkan di Mekah, 2) yang turun di Madinah, 3) yang diperselisihkan, 4) ayat-ayat Makkiah dalam surah-surah Madaniah, 5) ayat-ayat Madaniah dalam surah Makkiah, 6) yang diturunkah di Makah sedang hukumnya Madani, 7) yang diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makki, 8) yang serupa diturunkan di Makkah (Makki) dalam kelompok Madani, 9) yang serupa diturunkan di Madinah (Madani) dalam kelompok Makki, 10) yang dibawa dari Makkah ke Madinah, 11) yang dibawa dari Madinaah ke Mekkah, 12) yangturun diwaktu malam dan di waktu siang, 13) yang turun di musim panas dan di musim dingin, 14) yang turun di waktu menetap dan dalam perjalanan.[2]
                       
B.     Teori – teori Makkiyah Madaniyah
Ada beberapa teori dalam menetukan kriteria suatu ayat apakah ayat terkait itu Makkiyah atau Madaniyah. Para ulama membaginya menjadi empat teori, yaitu:
1.             Teori Mulaahazhatu Makaanin Nuzuli (Teori Geografis)
          Menurut teori ini ayat atau surat Makkiyah adalah ayat yang diturunkan di Mekkah dan sekitarnya baik sebelum nabi Muhammad Hijrah maupun sesudah beliau hijrah ke Madinah. Termasuk dalam kategori ini adalah ayat yang turun di Mina, Arafah, Hudaibiyah dan sebagainya.
          Sedangkan ayat Madaniyah adalah ayat yang diturunkan di daerah Madinah dan sekitarnya, sehingga dalam hal ini ayat yang diturunkan di Badar, Qubq, Uhud dan lain sebagainya dapat dikategorikan sebagai Madaniyah.
2.             Teori Mulaahazhatu Mukhaathabiina Fin Nuzuuli (Teori Subjektif)
Yaitu teori yang berorientasi pada subyek siapa yang dikhitab/ yang dipanggil dalam ayat. Jika subyeknya adalah orang-orang Mekkah yang biasanya memakai kata “Ya Ayyuhan Naasu” (wahai Manusia), “Ya Ayyuhal Kafiruun” (wahai orang-orang kafir) atau “Ya Bani Adama” (wahai anak Adam) maka ayat tersebut dinamakan Makkiyah, begitu juga apabila yang dipanggil adalah orang madinah yang biasanya menggunakan kata “Ya Ayyuhal Ladzina Aamanuu”(Wahai Orang-orang yang beriman) maka ayat tersebut dinamakan Madaniyah.
3.             Teori Mulaahazhatu Zamaanin Nuzuuli (Teori Historis)
          Yaitu teori yang berorientasi pada sejarah waktu turunnya al Qur’an. Yang dijadikan tonggak sejarah oleh teori ini adalah hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah. Artinya, ayat atau surat yang diturunkan sebelum Nabi Hijrah ia disebut dengan ayat Makkiyah dan ayat yang diturunkan sesudah Nabi Hijrah disebut dengan ayat Madaniyah.
4.             Teori Mulaahazhatu Ma Tadhammanat as Suuratu (Teori Content Analysis)
          Yaitu teori yang mendasarkan kriterianya dalam membedakan Makkiyah dan madaniyah kepada isi dari ayat atau surat tersebut.

Beberapa teori diatas memilki kekurangan dan kelebihan tersendiri hanya saja yang paling masyhur dan dinilai banyak memiliki kelebihan dibandingkan dengan kekurangannya adalah teori histories (Mulaahazhatu Zamaanin Nuzuuli).[3]
Dilihat dari fase turunnya al Qur’an, memang al Qur’an hanya dibagi menjadi dua yaitu ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah dan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah. Oleh karena itu, merupakan suatu yang wajar apabila ayat Makkiyah Madaniyah selalu dinisbahkan kepada tempat dimana ayat tersebut diturunkan, di Mekkah atau di Madinah. Padahal jika dilihat dari sejarahnya, ada beberapa ayat yang ternyata tidaklah diturunkan di dua wilayah geografis tersebut seperti di Syam, bahkan ada sebuah sabda Rasul yang di sampaikan Tabrani bahwa Al Qur’an itu di turunkan di tiga tempat yaitu Mekkah, Madinah dan Syam..[4]   

C.    Klasifikasi Ayat-ayat dan Surat-surat Al-Quran
1.      Surat-surat Makkiyah
Kebanyakan para Ulama’ berpendapat tentang bilangan surah Makkiyah, yaitu berjumlah 82 surah :
(1)Al-An’aam,(2) Al-A’raaf,(3) Yunus, (4) Huud,(5) Yusuf,(6) Ibrahim,(7)  Al-Hijr,(8) An-Nahl,(9) Al-Isroo’,(10) Al-Kahfi,(11) Maryam,(12) Thaha,(13) Al-Anbiya’,(14) Al-Mu’minuun, (15) Al-Furqaan,(16)  Asy-Syu’aro’,(17) An-Naml,(18) Al-Qashash,(19) Al-Ankabuut,(20) Ar-Ruum,(21) Luqman,(22) As-Sajdah,(23) Sabaa’,(24) Al-Faathir,(25) Yaasiin,(26) Ash-Shaffaat,(27) Shaad,(28) Az-Zumar,(29) Ghaafir, (30) Fushshilat,(31) Asy-Syuuroo,(32) Az-Zukhruf, (33) Ad-Dukhoon,(34) Al-Jaatsiyah,(35) Al-Ahqaaf,(36) Qaaf, (37) Adz-Dzaariyaat,(38) Ath-Thuur,(39)  An-Najm,(40) Al-Qamar,(41) Al-Waaqi’ah,(42) Al-Mulk,(43) Al-Qalam,(44) Al-Haaqqah,(45) Al-Ma’aarij,(46) Nuuh,(47) Al-Jin,(48) Al-Muzzammil,(49) Al-Muddatstsir,(50) Al-Qiyaamah,(51) Al-Muraasalaat,(52) An-Naba’,(53) An-Naazi’aat ,(54) Abasa, (55) At-Takwiir,(56) Al-Infithaar,(57) Al-Muthaffifiin,(58) Al-Insyiqaaq, (59) Al-Buruuj,(60) Ath-Thaariq,(61) Al-A’laa, (62) Al-Ghaasyiyah,(63) Al-Fajr, (64) Al-Balad,(65) Asy-Syams,(66) Al-Lail,(67) Adh-Dhuhaa,(68) Al-’Ashr,(69) At-Tiyn, (70) Al-’Alaq,(71) Al-Qadr, (72) Al-’Aadiyaat,(73) Al-Qaari’ah,(74) At-Takatsur,(75) Al-Ashr (76) ,Al-Humazah,(77) Al-Fiyl, (78) Quraisy,(79) Al-Maa’uun,(80) Al-Kautsar,(81) Al-Kaafiruun,(82) Al Lahab.
2.      Surat-surat Madaniyah
(1)Al-Baqarah,(2) Ali Imran, (3) An-Nisaa’,(4) Al-Maa`idah, (5) Al-Anfaal, (6) At-Taubah, (7) An-Nuur, (8) Al-Ahzaab,(9) Muhammad,(10) Al-Fat-h ,(11) Al-Hujuroot, (12) Al-Hadiid,(13) Al-Mujaadalah,(14) Al-Hasyr,(15) Al-Mumtahanah,(16) Al-Jumu’ah,(17) Al-Munaafiquun,(18) Ath-Thalaaq,(19) At-Tahriim,(20)  An-Nashr

Surat yang Diperselisihkan :

1.      Al Fatihah
7. Al Qadr
2.      Ar Ra’d
8. Al Bayyinah
3.      Ar Rahman
9. Al Zilzalah
4.      Ash Shaf
10. Al Ikhlash
5.      At Taghabun
11. Al Falaq
6.      At Tathfif
12. An Naas[5]
  

3.      Ayat-ayat Makkiyah dalam Surah Madaniyah
Dari sekian contoh-contoh dalam surat Madaniyah, ialah surat al-Anfal adalah Madaniyah, tetapi banyak ulama mengecualikan ayat :

وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika orang kafir (quraisy) membuat maker terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka membuat maker, tetapi Allah mengagalkan makar mereka. Dan Allah sebaik-baik pembalas makar”. (al-Anfal :30)

Mengenai ayat ini Muqatil mengatakan ”Ayat ini diturunkan di Mekah, zahirnya menunjukan demikian sebab ia mengandung makna apa yang dilakukan oleh orang-orang musrik di ”Darun Nadwah ketika mereka merencanakan makar tehadap Rasulullah sebelum Hijrah.

4.      Ayat-ayat Madaniyah dalam surah Makkiyah
Surah al-Hajj adalah Makkiyah. Tetapi ada tiga ayat yang madaniyah, yaitu ayat 19-21. Èb#x»yd Èb$yJóÁyz (#qßJ|ÁtG÷z$# Îû öNÍkÍh5u ( tûïÏ%©!$$sù (#rãxÿŸ2 ôMyèÏeÜè% öNçlm; Ò>$uŠÏO `ÏiB 9$¯R =|Áム`ÏB É-öqsù ãNÍkŝrâäâ ãNÏJptø:$# ÇÊÒÈ   ãygóÁム¾ÏmÎ/ $tB Îû öNÍkÍXqäÜç/ ߊqè=ègø:$#ur ÇËÉÈ   Nçlm;ur ßìÏJ»s)¨B ô`ÏB 7ƒÏtn ÇËÊÈ           
5.      Madaniyah mirip Makkiyah
Yang dimaksund oleh para ulama di sini ialah ayat-ayat yang terdapat dalam surat Madaniyah tetapi mempunyai gaya bahasa dan ciri-ciri umum seperti surat Makkiyah. Contohnya di dalam firman Allah dalm surah Al-Anfal yang madaniyah:
ŒÎ)ur (#qä9$s% ¢Oßg¯=9$# bÎ) šc%x. #x»yd uqèd ¨,ysø9$# ô`ÏB x8ÏZÏã öÏÜøBr'sù $uZøŠn=tã Zou$yfÏm z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# Írr& $oYÏKø$# A>#xyèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌËÈ  
”Dan (ingatlah) ketika mereka golongan musrik-berkata, ”Ya Allah, Jika benar Al-Quran ini dari Engkau, Hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” (Al-Anfal:32)
Hal ini dikarenakan permintaan kaum musyrikin untuk disegerakan azab adalah di Mekah.

6.      Makkiyah mirip Madaniyah
Yang dimaksud oleh apara ulama, ialah kebalikan dari yang sebelumnya. Mereka memberi contoh dengan firman Allah dalam surah An-Najm:
tûïÏ%©!$ tbqç7Ï^tGøgs uŽÈµ¯»t6x. ÉOøOM}$# |·Ïmºuqxÿø9$#ur žwÎ) zNuH©>9$# 4 ¨bÎ) y7­/u ßìźur ÍotÏÿøóyJø9$# 4 uqèd ÞOn=÷ær& ö/ä3Î/ øŒÎ) /ä.r't±Sr& šÆÏiB ÇÚöF{$# øŒÎ)ur óOçFRr& ×p¨ZÅ_r& Îû ÈbqäÜç/ öNä3ÏG»yg¨Bé& ( Ÿxsù (#þq.tè? öNä3|¡àÿRr& ( uqèd ÞOn=÷ær& Ç`yJÎ/ #s+¨?$# ÇÌËÈ  
 “Yaitu mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji selain kesalahan-kesalahan kecil”. (an-Najm :32)
Menurut As-Suthi, perbuatan keji ialah setiap dosa yang ada sangsinya. Dosa-dosa besar ialah setiap dosa yang mengakibatkan siksa neraka. Dan kesalahan-kesalahan kecil ialah apa yang terdapat diantara kedua batas dosa-dosa di atas. Sementara itu di Mekah belum ada sangsi yang serupa dengannya.



7.      Ayat yang turun di Mekah dan hukumnya Madaniyah
a)      Ayat 13 surat Al-Hujurat
Ayat tersebut turun pada waktu fathu Mekah. Ayat ini dinyatakan ayat Madaniyah karena turun sesudah hijrah.
b)      Ayat 3 sampai dengan 5 surat Al-Maidah.
Ayat tersebut turun pada hari jumat. Kala itu umat Islam tengah berwukuf di Padang Arafah dalam peristiwa Haji Wada’. Haji ini dilaksanakan Rasulullah saw. setelah beliau berhijrah. Maka ketiga ayat di atas diklasifikasikan sebagai ayat Madaniyah kendati turun di Arafah, dan seperti diketahui Arafah adalah kawasan di sekitar Mekah.

8.      Ayat-ayat yang turun di Madinah, hukumnya Makkiyah
a)      Al-Mumtahanah
Surat ini turun ketika Rasulullah hendak berangkat menuju Mekah menjelang Futuh Mekah. Ini artinya terjadi setelah hijrah. Kisahnya demikian: mengetahui Rasulullah hendak berangkat ke Mekah, seseorang bernama Hattab bin Abi Balta’ah menulis surat untuk disampaikan kepada orang Quraisy di Mekah. Isinya menginformasikan rencana Rasulullah dan kaum muslimin yang akan berangkat ke kota yang disebut paling terakhir.
Al-Zarkasyi mengklasifikasikan ayat ini sebagai Makkiyah. Ia tak menjelaskan alasannya. Ada kemungkingan penulis kitab Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Quran ini sepakat dengan pendapat yang mengatakan ayat Makkiyah adalah ayat-ayat yang khithab-nya ditujukan kepada penduduk Mekah.
b)     Ayat 41 surat An-Nahl
c)      Mulai awal surat At-taubah (bara’ah) sampai dengan ayat 28. Ayat-ayat ini sesungguhnya Madaniyah, tetapi Khitab-nya ditujukan kepada penduduk Mekah.[6]

D.    Urgensi Pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyah
a)      Membantu dalam menafsirkan Al-Quran
Dengan mengetahui tempat-tempat turun ayat dapat membantu untuk memahami ayat dan menafsirkannya. Jika ada pelajaran yang dapat diambil daripadanya itu berbentuk lafaz umum bukan dengan menentukan sebab. Orang yang menafsirkannya itu sanggup memberikan penjelasan ketika terjadi pertentangan makna ketika pada dua ayat, supaya berbeda antra nasikh dan mansukh. Jika yang belakangan itu nasikh supaya ditempatkan di depan.

b)      Pedoman bagi langkah-langkah dakwah
Setiap kondisi tentu saja memerlukan ungkapan-ungkapan yang relevan. Ungkapan-ungkapan dan intonasi berbeda yang digunakan ayat-ayat Makiyyah dan ayat-ayat Madaniyah memberikan informasi metodologi bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relevan dengan orang yang diserunya. Oleh karena itu dakwah Islam berhasil mengetuk hati dan menyembuhkan segala penyakit rohani orang-orang yang diserunya. Disamping itu, setiap langkah-langkah dakwah memiliki objek kajian dan metode-metode tertentu, seiring dengan perpedaan kondisi sosio-kultural manusia. Periodesasi Makkiyah dan Madaniyah telah memberikan contoh untuk itu.
c)      Memberikan informasi tentang Sirah Kenabian
Penahapan turunnya wahyu seiring dengan perjalanan dakwah Nabi, baik di Mekah dan Madinah, dimulai sejak diturunkannya wahyu pertama sampai diturunkannya wahyu terakhir. Dengan demikian Al-Quran adalah pedoman bagi perjalanan dakwah Nabi yang informasinya tidak diragukan lagi.[7]

E.     Relasi Konsep Makiyah Madaniyah Dengan Keuniversalan Al Qur’an
Para ulama membagi turunnya al-quran dalam dua periode, yaitu periode mekkah dan periode madinah. Di lihat dari segi kondisi masyarakat serta tuntunan al-qur’an terhadap mereka, maka turunya al-Quran di bagi menjadi dua bagian yaitu:
  1. Yang turun tanpa adanya sesuatu factor atau sebab yang melatarbelakanginya. Dalam hal ini ayat itu turun sebagai wahyu Allah SWT yang merupakan hidayah bagi umat manusia.
  2. Yang turunnya dengan suatu sebab tertentu, baik berupa pertanyaan ataupun peristiwa yang memerlukan pemecahan yang mendesak.
Dengan kedua cara itulah al-qur’an turun secara berangsur-angsur, terkadang 5 ayat, atau 10 ayat dan adakalanya juga berupa satu surat yang panjang.  Subhi ash-Shalih  menjelaskan bahwa turunnya al-Quran dengan cara berangsur-angsur itu mempunyai hikmah yaitu:
  1. Sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat
  2. Memberikan jawaban dan penyelesaian masalah yang tepat pada saat yang diperlukan.
  3. Penerapan hukum dan pemberian beban kewajiban secara bertahap.
Al-Qur’an adalah kitab suci yang merupakan penutup berbagai kitab suci sebelumnya, sehingga isinya berlaku secara umum dan abadi, baik dari segi waktu, tempat, maupun umat yang menerima risalahnya. Adapun tanda-tanda keuniversalan al-Qur’an itu antara lain:
  1. Keaslian teks  Orang-orang beriman yakin bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang ada sekarang adalah sama dengan yang diucapkan oleh Nabi Muhaammad, karena setiap kali Rasulullah menerima wahyu, beliau segera menyampaikannya kepada para sahabat.
  2. Bahasa Al-Quran tetap dapat dipahami yaitu menggunakan bahasa arab.
  3. Isi kandungan Al-Qur’an.[8]
KESIMPULAN
1)      Para ulama sangat memperhatikan Qur’an dengan cermat. Mereka menertibkan surah-surah sesuai dengan tempat turunya. Mereka mengatakan misalnya: “Surah ini diturunkan setelah surah itu.” Dan bahkan lebih cermat lagi sehingga mereka membedakan antara yang diturunkan malam hari dan diturunkan siang hari, antara yang diturunkan musim panas dan yang diturunkan musim dingin, antara yang diturunkan di wakti sedamh berada dirimah dengan yang diturunkan saat bepergianAda beberapa teori dalam menetukan kriteria suatu ayat apakah ayat terkait itu Makkiyah atau Madaniyah.
2)      Para ulama membaginya menjadi empat teori, yaitu:
a)      Teori Mulaahazhatu Makaanin Nuzuli (Teori Geografis)
b)      Teori Mulaahazhatu Mukhaathabiina Fin Nuzuuli (Teori Subjektif)
c)      Teori Mulaahazhatu Zamaanin Nuzuuli (Teori Historis)
d)     Teori Mulaahazhatu Ma Tadhammanat as Suuratu (Teori Content Analysis)
3)      Diantara manfaat mengetahui Ilmu Makkiyah dan Madaniyah adalah :
a.       Membantu dalam menafsirkan Al-Quran
b.      Pedoman bagi langkah-langkah dakwah
c.       Memberikan informasi tentang Sirah Kenabian
4)      Al-Qur’an adalah kitab suci yang merupakan penutup berbagai kitab suci sebelumnya, sehingga isinya berlaku secara umum dan abadi, baik dari segi waktu, tempat, maupun umat yang menerima risalahnya. Adapun tanda-tanda keuniversalan al-Qur’an itu antara lain:
a.       Keaslian teks  Orang-orang beriman yakin bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang ada sekarang adalah sama dengan yang diucapkan oleh Nabi Muhaammad, karena setiap kali Rasulullah menerima wahyu, beliau segera menyampaikannya kepada para sahabat.
b.      Bahasa Al-Quran tetap dapat dipahami yaitu menggunakan bahasa arab.
c.       Isi kandungan Al-Qur’an










DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an,(Bogor:Litera Antar Nusa,2006), 
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000),
Fahd Bin Abdurrahman, Ulumul Quran: Studi Kompleksitas Al-Qur’an ( Yogyakarta: Titian Ilahi, 1999),
Dr. H. Imam Muchlas MA.1995. Al-Qur’an Berbicara,(Jogjakarta: Pustaka Pro


[1]  Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an,(Bogor:Litera Antar Nusa,2006),  hlm. 72
[2]  Ibid, hal 73
[3]  Fahd Bin Abdurrahman, Ulumul Quran: Studi Kompleksitas Al-Qur’an ( Yogyakarta: Titian Ilahi, 1999), hal 156
[4]  Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hal. 78
[5]  Fahd Bin Abdurrahman, Ulumul Quran: Studi Kompleksitas Al-Qur’an ...  hal  166-167
[6]  Abdul Djalal, Ulumul Qur’an... hal. 98
[7]  Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an,...  hlm. 81
[8]  Dr. H. Imam Muchlas MA.1995. Al-Qur’an Berbicara,(Jogjakarta: Pustaka Progresif.